Review Jalan Kayumas, Salah Satu Jalan Alternatif Menuju Kawah Ijen,
Kejadian
yang dibahas pada tulisan ini sudah lama sekali, kira-kira tahun
2015. Jadi mungkin sudah ada perubahan-perubahan pada jalan Kayumas.
Singkat cerita saya dan kawan (berboncengan) akan pulang ke Magelang,
setelah melakukan touring ke Bali-Lombok. Touring ini kami lakukan
dengan sepeda motor Supra X 125 versi knelpot melengkung ke atas dan
belum injeksi.
Sebenarnya
Kawah Ijen tidak ada dalam daftar perjalanan, akan tetapi kawan saya
ngotot mengajak ke sana. Alasannya, “tanggung apalagi di simpang 3
berikutnya, ada jalan Kayumas yang memotong rute ke Kawah Ijen. Dia
menunjukkan letak jalan Kayumas pada peta, memang pada peta, jalan
ini terlihat lurus dan pendek daripada mengikuti jalur utama yang
melingkar dan jauh. Dengan hitungan yang ngasal, yakinlah perbekalan
cukup untuk 3 hari di Ijen, karena saya membawa tenda sebagai tempat
tidur. Lalu untuk makan kami membeli roti sobek di toko terdekat,
karena makanan di tempat wisata biasanya mahal.
Awal
perjalanan terasa menyenangkan, meski kabut pagi agak menghalangi
pemandangan. Jalan pun lumayanlah untuk latihan saat ujian SIM, alias
banyak aspal dengan lobang di sana-sini. Pada pertengahan perjalanan
mendadak jalan aspal ini berakhir dan berganti jalan batu. Meski
begitu jalan ini masih enak dilalui, semakin ke dalam ukuran
batu-batu yang dijadikan jalan semakin besar.
Ini
membuat pengemudi cepat lelah, ditambah jalan yang naik terus. Hal
ini menjadikan motor cepat panas, sampai akhirnya motor tidak kuat
menggerakkan rida. Akhirnya saya dan kawan harus turun dan mendorong
motor. Kami benar-benar lelah dan capek. Sempat putus asa juga,
rasanya ingin turun dan pulang ke Magelang.
Saya
pernah membaca buku pemikiran orang bijak, yang kurang lebih
mengatakan “Kalau jalan mulai gelap, berhentilah”. Akhirnya saat
kami atau motor merasa lelah dan tidak bertenaga, perjalanan
dihentikan. Begitu perhenti mata dapat melihat secara lebih luas.
Pada beberapa bagian jalan kami berjumpa dengan truk. Kawan saya
bertanya kepada orang-orang di sekitar truk terkait jalan ini.
Orang-orang
yang kami temui ini menjelaskan bahwa jalan ini adalah rute truk
pengangkut kayu atau kopi. Sepeda motor biasa jarang melalui rute
ini. Memang beberapa kali kami bertemu dengan pengemudi sepeda motor
trail, atau sepeda motor biasa yang dimodifikasi trail. Mengetahui
hal ini kami tertawa sampai perut sakit, sebab sering dijelaskan
dalam buku-buku atau film-film bertema petualangan tentang
sifat-sifat dari jalan pintas. Antar lain tidak bisa ditebak dan
terkadang malah menyesatkan. Kami benar-benar mengalami sendiri
akibat memilih jalan pintas.
Meskipun
rutenya sulit, pemandangan di sepanjang jalan benar-benar hebat.
Pohon-pohon besar seukuran dekapan 2 manusia dewasa masih banyak
ditemukan. Bahkan kami bertemu dengan sungai berair bersih dan jernih
sekali airnya, benar-benar menyegarkan. Ada jalan tanah yang dibuat
di atas bukit pada beberapa pegunungan yang menyuguhkan pemandangan
sekitar Kawah Ijen.
Hal
mengagumkan berikutnya terjadi, saya sangat berkesan dengan penduduk
di pegunungan ini. Mereka benar-benar ramah, kami dihentikan beberapa
kali dan diminta istirahat. Akhirnya karena lelah, saya beristirahat
di salah satu rumah penduduk yang meminta agar kami istirahat. Saya
ringkas saja ceritanya, Bapak yang mengajak kami istirahat mengatakan
sering ada wisatawan menuju Kawah Ijen yang sengaja menyesatkan diri
ke jalur Kayumas. Jalannya seperti yang kalian tahu, makanya penduduk
desa yang tidak tega menawarkan agar wisatawan istirahat di rumahnya.
Beliau
menjelaskan hal ini diselingi tawa atas kekonyolan kami. Kami ikut
tertawa saja karena yang Bapak ini katakan memang benar, apalagi
beliau menghidangkan ikan aneh disertai nasi dan sambal cabe hijau
yang enak sekali. Rasanya semua kesalahan termaafkan. Beliau
menjelaskan setelah melalui Desa terpencil tempatnya tinggal, jalanan
akan menurun terus sampai di jalan aspal. “Mengemudinya pelan
saja,” begitu Bapak ini berpesan.
Pada
rute menurun setelah desa inilah kami bertemu sungai berair jernih
dan bersih. Kondisi jalannya semi batu berukuran wajar dan tanah,
tidak seperti saat naik ke desa yang ukuran batunya besar. Kami
sempat berenang di sungai ini karena siapa yang tahan melihat tampat
seindah ini. Ada rencana mendirikan tenda dan memancing di sungai
berair jernih ini tapi kawan saya tidak mau, katanya malam hari di
sini lebih buruk daripada di gunung.
Segalanya
ada endingnya, begitu juga jalan Kayumas, endingnya ialah jalan aspal
seperti yang dikatakan Bapak baik hati di desa. Akan tetapi jalan ini
sungguh aneh, sebab kompleks rumah-rumah di beberapa bagian masih
bergaya kolonial. Ini menjadi tidak aneh saat kami melihat kanan-kiri
jalan aspal yang banyak ditanami teh.
Saya
simpulkan ini kompleks perkebunan teh yang eksis dari jaman kolonial
sampai sekarang. Saya tidak ada bukti foto karena kami terlalu
menganga heran menikmati pengalaman ini. Bisa digambarkan
pemandangannya seperti desa-desa dengan perkebunan di Eropa sana.
Demikian
review saya tentang Jalan Kayumas, semoga jalan ini masih sama
seperti saat saya melaluinya dahulu. Total 12 jam dihabiskan untuk
melalui jalan ini, dimulai pukul 6.00 dan diakhiri pukul 13.00,
lebihlah. Buat pembaca yang akan melewati rute ini, saya pastikan
liburan di Kawah Ijen akan terasa biasa saja, karena Jalan Kayumas
akan menghabisi rasa kagum orang yang melewatinya. Maaf kalau catatan
perjalanan ini kurang lengkap dengan nama-nama seperti desa, jalan,
sungai dan lain-lain. Meski begitu saya yakin deskripsi saya dapat
membantu pembaca yang ingin mencoba jalan ini, sebab sampai sekarang
saya dan kawan perjalanan belum bertemu jalan yang begitu
meninggalkan kesan mendalam seperti Jalan Kayumas.
Comments
Post a Comment